BAB
I
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG
Untuk mendekatkan diri pada tuhan maka harus menempuh jalan
ikhtiar, salah satu jalan ikhtiar yaitu dengan mendalami lebih jauh ilmu
tasawuf ,untuk mengetahui sesuatu maka pasti ada ilmunya,banyak dikalangan
orang awam awam yang kurang mengetahui tentang ilmu mengenal tuhan (Tarekat).
pengertian tentang tarekat yaitu,Tariqah adalah khazanah kerohanian
(esoterisme), dalam Islam dan sebagai salah satu pusaka keagamaan yang
terpenting. Karena dapat mempengaruhi perasaan dan pikiran kaum muslimin serta
memiliki peranan yang sangat penting dalam proses pembinaan mental beragama
masyarakat. Masuknya tarekat ke Indonesia bersama dengan masuknya Islam ketika
wilayah Nusantara masih terdiri dari kerajaan-kerajaan melalui perdagangan dan
kegiatan dakwah. Sumber-sumber Cina menyebutkan ada pembangunan pemukiman Arab
dan boleh jadi pemukiman Muslim di pesisir barat Sumatera pada 54 H/674 M.
Wilayah ini merupakan rute perdagangan penting Arab dan Cina, serta pelabuhan
strategis bagi pedagang Arab, India dan Persia.
B.
RUMUSAN
MASALAH
Dari
paparan yang sudah di ulas maka dapat diambil sebuah rumusan masalah untuk pembaca dalam pembahasan tentanng
taekat,diantaranya adalah :
1. Apa yang di maksud dengan Tarekat ?
2. Bagaimana sejarah perkembangan tarekat?
3. Sebutkan aliran-aliran tarekaat di Indonesia!
4. Apa saja unsur-unsur penting dalam tarekat?
C.
TUJUAN
Adapun tujuan pembahsan adalah untuk mengetahui
hal hal sebagai berikut:
1.
Memahami
arti dari tarekat itu sendiri
2.
Mengetahui
lebih jauh tentang tarekat
3.
Mengetahui
sejarah munculny tarekat
4.
Mengetahui
aaliran dan usur tarekat
BAB II
PEMBAHASAN
A.
ARTI
TAREKAT
Kata Tarekat di ambil dari
bahasa arab, yaitu dari kata benda thoriqoh yang secara
etimologis berarti jalan, metode atau tata cara. Adapun tarekat dalam
terminologis (pengertian) ulama sufi definisi tarekat menurut Syekh Muhammad
Amin al-Kurdi al-Irbili al-Syafi al-Naqsyabandi, dalam kitab Tanwir al-
Qulub-nya adalah:
Tarekat adalah beramal dengan syariat dengan mengambil/memilih
yang azimah (berat) daripada yang rukhshoh (ringan); menjauhkan diri dari
mengambil pendapat yang mudah pada amal ibadah yang tidak sebaiknya dipermudah;
menjauhkan diri dari semua larangan syariat lahir dan batin; melaksanakan semua
perintah Allah SWT semampunya; meninggalkan semua larangan-Nya baik yang haram,
makruh atau mubah yang sia-sia; melaksanakan semua ibadah fardlu dan sunah;
yang semuamnya ini di bawah arahan, naungan dan bimbingan seorang
guru/syekh/mursyid yang arif yang telah mencapai maqamnya (layak menjadi
seorang Syekh/Mursyid).
Dari definisi
di atas dapat kita simpulkan bahwa tarekat adalah beramal dengan syariat Islam
secara azimah (memilih yang berat walau ada yang ringan, seperti rokok ada yang
berpendapat haram dan makruh, maka lebih memilih yang haram) dengan mengerjakan
semua perintah baik yang wajib atau sunah; meninggalkan larangan baik yang
haram atau makruh bahkan menjauhi hal-hal yang mubah (boleh secara syariat)
yang sia-sia (tidak bernilai manfaat; minimal manfaat duniawiah) yang semuanya
ini dengan bimbingan dari seorang mursyid/guru guna menunjukan jalan yang aman
dan selamat untuk menuju Allah (ma’rifatullah). Maka posisi guru di sini adalah
seperti seorang guide yang hafal jalan dan pernah melalui jalan itu sehingga
jika kita dibimbingnya akan dipastikan kita tidak akan tersesat jalan dan
sebaliknya jika kita berjalan sendiri dalam sebuah tujuan yang belum diketahui,
maka kemungkinan besar kita akan tersesat apalagi jika kita tidak membawa peta
petunjuk. Namun mursyid dalam tarekat tidak hanya membimbing secara lahiriah
saja, tapi juga secara batiniah bahkan juga berfungsi sebagai mediasi antara
seorang murid/salik dengan Rasulullah SAW danAllah SWT.
Dengan bahasa
yang lebih mudah, tarekat adalah sebuah kendaraan baik berupa bis, kapal laut
atau pesawat terbang yang disopiri oleh seseorang yang telah punya izin
mengemudi dan berpengalaman untuk membawa kendaraannya dengan beberapa
penumpang di dalamnya untuk mencapai tujuan.
Tasawuf dapat
dipraktekkan dalam setiap keadaaan di mana manusia menemukan dirinya, dalam
kehidupan tradisional maupun modern. Tarekat adalah salah satu wujud nyata dari
tasawuf. Ia lebih bercorak tuntunan hidup praktis sehari-hari daripada corak
konseptual yang filosofis. Jika salah satu tujuan tasawuf adalah al-Wushul ila
Allah SWT (sampai kepada Allah) dalam arti ma’rifat, maka tarekat adalah
metode, cara atau jalan yang perlu ditempuh untuk mencapai tujuan tasawuf
tersebut.
Tarekat berarti
jalan seorang salik (pengikut tarekat) menuju Tuhan dengan cara menyucikan
diri, atau perjalanan yana ditempuh oleh seseorang untuk mendekatkan diri
sedekat mungkin kepada Tuhan. Orang yang bertarekat harus dibimbing oleh guru
yang disebut mursyid (pembimbing) atau Syaikh. Syaikh atau mursyid inilah yang
bertanggung jawab terhadap murid-muridnya dalam kehidupan lahiriah serta
rohaniah dan pergaulan sehari-hari. Bahkan ia menjadi perantara (washilah)
antara murid dan Tuhan dalam beribadah.
Karena itu,
seorang Syaikh haruslah sempurna dalam ilmu syariat dan hakekat. Di samping
itu, untuk (dapat) wenjadi guru, ustadz atau Syaikh diperlukan syarat- syarat
tertentu yang mencerminkan sikap orang tua yang berpribadi akhlak karimah dan
budi pekerti yang luhur.
Ada 2 macam
tarekat yaitu tarekat wajib dan tarekat sunat.
Ć
Tarekat wajib,
yaitu amalan-amalan wajib, baik fardhu ain dan fardhu kifayah yang wajib
dilaksanakan oleh setiap muslim. tarekat wajib yang utama adalah mengamalkan
rukun Islam. Amalan-amalan wajib ini insya Allah akan membuat pengamalnya
menjadi orang bertaqwa yang dipelihara oleh Allah. Paket tarekat wajib ini
sudah ditentukan oleh Allah s.w.t melalui Al-Quran dan Al-Hadis. Contoh amalan
wajib yang utama adalah shalat, puasa, zakat, haji. Amalan wajib lain antara
lain adalah menutup aurat , makan makanan halal dan lain sebagainya.
Ć
Tarekat sunat,
yaitu kumpulan amalan-amalan sunat dan mubah yang diarahkan sesuai dengan 5
syarat ibadah untuk membuat pengamalnya menjadi orang bertaqwa. Tentu saja
orang yang hendak mengamalkan tarekat sunnah hendaklah sudah mengamalkan
tarekat wajib. Jadi tarekat sunnah ini adalah tambahan amalan-amalan di atas
tarekat wajib. Paket tarekat sunat ini disusun oleh seorang guru mursyid untuk
diamalkan oleh murid-murid dan pengikutnya. Isi dari paket tarekat sunat ini
tidak tetap, tergantung keadaan zaman tarekat tersebut dan juga keadaan sang
murid atau pengikut. Hal-hal yang dapat menjadi isi tarekat sunat ada ribuan
jumlahnya, seperti shalat sunat, membaca Al Qur’an, puasa sunat, wirid, zikir
dan lain sebagainya.
B. SEJERAH PERKEMBANGAN TAREKAT
Banyak orang
yang salah faham tentang tarekat, sehingga mereka tidak mau mengikutinya.
Namun, mereka yang sudah mengikuti tarekatpun umumnya belum memahami bagaimana
sebenarnya pengertian tarekat, awal mula dan sejarahnya, macam-macamnya serta
manfaat mengikuti tarekat.
Asal-usul
Tarekat Sufi
Asal-usul
tarekat (al-tariqah) Sufi dapat dirunut pada abad ke-3 dan 4 H (abad ke-9 dan
10 M). Pada waktu itu tasawuf telah berkembang pesat di negeri-negeri seperti
Arab, Persia, Afghanistan dan Asia Tengah. Beberapa Sufi terkemuka memiliki banyak
sekali murid dan pengikut.
Pada masa itu
ilmu Tasawuf sering pula disamakan dengan ilmu Tarekat dan teori tentang maqam
(peringkat kerohanian) dan hal (jamaknya ahwal, keadaan rohani). Di antara
maqam penting yang ingin dicapai oleh seorang penempuh jalan tasawuf ialah
mahabba atau `isyq (cinta), fana` (hapusnya diri/nafs yang rendah), baqa` (rasa
hidup kekal dalam Yang Satu), ma`rifa (makrifat) dan ittihad (persatuan
mistikal), serta kasyf (tersingkapnya penglihatan hati).
Kehidupan para sufis abad 3-4 H merupakan kritik terhadap kemewahan hidup
para penguasa dan kecenderungan orientasi hidup masyarakat muslim pada
materialisme. Keadaan ini memberikan sumbangsih pada terjadinya degradasi moral
masyarakat. Keadaan politik yang penuh ketegangan juga memberikan peran bagi
pertumbuhan sufisme abad tersebut. Maraknya praktek sufisme dan tarekat di abad
ke 12-13 M juga tidak lepas dari dinamika sosiol-politik dunia Islam.
Munculnya
tarekat membuat tasawuf berbeda dari gerakan zuhud yang merupakan cikal bakal
tasawuf. Apabila gerakan zuhud mengutamakan ‘penyelamatan diri’ melalui cara
menjauhkan diri dari kehidupan serba duniawi dan memperbanyak ibadah serta amal
saleh, maka tasawuf sebagai organisasi persaudaraan (tariqah) menekankan pada
‘keselamatan bersama’. Di antaranya dalam bentuk pemupukan kepentingan bersama
dan keselamatan bersama yang disebut ithaar. Sufi yang konon pertama kali
mempraktekkan ithaar ialah Hasan al-Nuri, sufi abad ke-9 M dari Baghdad. Tarekatnya
merupakan salah satu tarekat sufi awal dalam sejarah.
Kanqah dan
Zawiyah
Biasanya sebuah
persaudaraan sufi lahir karena adanya seorang guru Sufi yang memiliki banyak
murid atau pengikut. Pada abad ke-11 M persaudaraan sufi banyak tumbuh di
negeri-negeri Islam. Mula-mula ia merupakan gerakan lapisan elit masyarakat
Muslim, tetapi lama kelamaan menarik perhatian masyarakat lapisan bawah. Pada
abasd ke-12 M banyak orang Islam memasuki tarekat-tarekat sufi. Pada waktu itu
kegiatan mereka berpusat di kanqah, yaitu sebuah pusat latihan Sufi yang banyak
terdapat di Persia dan wilayah sebelah timur Persia. Kanqah bukan hanya pusat
para Sufi berkumpul, tetapi juga di situlah mereka melakukan latihan dan
kegiatan spiritual, serta pendidikan dan pengajaran formal, termasuk dalam hal
kepemimpinan.
Salah satu fungsi penting lain dari kanqah ialah
sebagai pusat kebudayaan dan agama. Sebagai pusat kebudayaan dan agama, lembaga
kanqah mendapat subsidi dari pemerintah, bangsawan kaya, saudagar dan
organisasi/perusahaan dagang. Tempat lain berkumpulnya para Sufi ialah zawiyah,
arti harafiahnya sudut. Zawiyah ialah sebuah tempat yang lebih kecil dari
kanqah dan berfungsi sebagai tempat seorang Sufi menyepi. Di Jawa disebut
pesujudan, di Turki disebut tekke (dari kata takiyah, menyepi).
Tempat lain lagi berkumpulnya Sufi ialah ribat. Ribat
punya kaitan dengan tempat tinggal perajurit dan komandan perang, katakanlah
sebagai tangsi atau barak militer. Pada masa berkecamuknya peperangan yang
menyebabkan orang mengungsi, dan juga berakibat banyaknya tentara tidak aktif
lagi dalam dinas militer, membuat ribat ditinggalkan tentara dan dirubah
menjadi tempat tinggal para Sufi dan pengungsi yang mengikuti perjalanan
mereka.
Perkembangan Tarekat Menjadi Pengawal Moral Banyak
orang yang salah faham tentang tarekat, sehingga mereka tidak mau mengikutinya.
Namun, mereka yang sudah mengikuti tarekatpun umumnya belum memahami bagaimana
sebenarnya pengertian tarekat, awal mula dan sejarahnya, macam-macamnya serta
manfaat mengikuti tarekat.
Para sufi dalam melihat tingkat laku kerabat dan
sahabat dekat mereka tercermin perasaan dan perbuatan mereka sendiri. Apabila
mereka melihat kekeliruan dalam perbuatan tetangga mereka, maka mereka segera
bercermin ke dalam perbuatan mereka sendiri. Kebiasaan di atas mendorong
munculnya salah satu aspek penting gerakan tasawuf, yaitu persaudaraan sufi
yang didasarkan atas cinta dan saling bercermin pada diri sendiri. Persaudaraan
sufi inilah yang kemudian disebut Tarekat Sufi.
C. UNSUR-UNSUR TAREKAT
1. Unsur Guru (Mursyid)
Dalam
sebuah tarekat, seorang Guru atau disebut syaikh atau Mursyid memiliki
peranan yang penting bahkan mutlak. Ia tidak hanya menjadi seorang pemimpin
yang mengawasi murid-muridnya dalam kehidupan lahir dan pergaulan sehari-hari,
agar tidak mneyimpang dari ajaran Allah dan terjerumus dalam kegiatan maksiat,
tetapi ia merupakan pemimpin kerohanian yang tinggi sekali kedudukannya dalam
tarekat.
Dalam Ta’lim
Muta’allim disebutkan, yang di kutip oleh Abu Bakar Aceh dalam bukunya
Pengantar Ilmu Tarekat, bahwa “Man la syaikha lahu fasyaikhuhu syaithan”
yang artinya barang siapa yang tidak mempunyai guru, maka gurunya adalah setan.
Ungkapan
tersebut secara tidak langsung memberikan dampak, bahwa guru merupakan seorang
yang ekslusif. Seakan-akan guru mempunyai otoritas yang mutlak dalam memberikan
arahan (ilmu). Ini berkaitan dengan kajian ilmu tarekat (tasawuf) itu sendiri.
Menurut
Imam Ghazali yang dikutip dalam bukunya Amin Syukur “Tasawuf Konstektual”, ini
berkaitan dengan bidang ilmu, pertama kaitannya dengan ilmu secara umum.
Orang awam dalam mempelajari ilmu harus mendapatkan bimbingan dari seorang
guru, agar ilmu yang didapatkan bisa terarah dan benar. Kedua, ini
berkaitan dengan kajian ilmu tarekat, yakni tasawuf. Ilmu tawasuf adalah ilmu
yang terkait dengan olah jiwa dan olah batin, yang mana didalam mempelajari
ilmu ini harus benar-benar dibimbing oleh seorang mursyid yang mempunyai
otoritas, yaitu secara spiritual telah mendapatkan mandat dari mursyid-nya
untuk menjadi guru dan telah teruji secara praktek dalam kehidupan sehari-hari,
agar tidak tergelincir dari praktek-praktek yang tidak dibenarkan dalam agama.
Oleh
karena itu jabatan seorang mursyid ini tidak bisa dipangku oleh
sembarang orang, meskipun ia mempunyai lengkap pengetahuannya tentang sesuatu
tarekat, tetapi yang terpenting, ia harus mempunyai kebersihan rohani dan
kehidupan batin yang murni.
Dalam
kitab Tanwirul Qulub fi Mu’ammat al-ilmil ghuyub, yang di kutip oleh
Abubakar aceh dalam bukunya Pengantar Ilmu Tarekat, yang dikarang oleh penganut
tarekat Naqsabandiyah, syeikh Muhammad Amin al-Kurdi, dan mazdhab
Syafi’I, yang dinamakan syeikh itu adalah orang yang sudah
mencapai maqam rijalul kamal (seorang yang sudah sempurna suluknya dalam
ilmu syari’at dan hakikat menurut al-Qur’an, sunnah dan ijma’, dan demikian itu
baru sempurna pengajarannya dari seorang mursyid, yang sudah mencapai
kepada maqam yang tinggi itu, dari tingkat ke tingkat hingga kepada Nabi
Muhammad dan kepada Allah dengan melakukan kesungguhan, ikatan-ikatan janji,
wasiat dan memperoleh izin dan ijazah untuk menyampaikan ajaran-ajaran suluk
itu kepada orang lain.
Jadi
seorang syeikh yang diakui itu sebenarnya tidaklah boleh dari
seorang yang jahil, yang hanya ingin menduduki tempat itu karena
dorongan nafsunya belaka. Maka Syeikh yang arif, yang mempunyai
sifat-sifat dan kesungguhan-kesungguhan seperti yang disebutkan itu, itulah
yang dibolehkan memimpin sesuatu tarekat. Syeikh merupakan penghubung, “channel”
dan [pembawa wasilah] antara murid-muridnya dan Tuhannya itu. Berkata Imam
Ar-Razi, bahwa seorang Syeikh yang tidak berijazah, dalam pengajarannya
akan lebih merusakkan daripada memperbaiki, dan dosanya sama dengan dosa
seorang perampok, karena telah menceraikan murid-murid yang benar dengan
pemimpin-peminpinnya yang arif.
Dengan
demikian seorang mursyid dalam tarekat mempunyai tanggunga jawab yang besar.
Pertama: ia harus alim dan ahli
dalam memberikan tuntunan- tuntunan kepada murid-muridnya, baik dalam ilmu
fiqh, aqa'id dan tauhid serta ilmu umum lainnya;
Kedua: bahwa ia mengenal atau
arif dengan segala sifat-sifat kesempurnaan hati, segala adab-adabnya, segala
kegelisahan jiwa dan penyakitnya, begitu juga mengetahui cara menyehatkannya kembali
serta memperbaikinya sebagai semula;
Ketiga bahwa ia mempunyai belas
kasihan terhadap orang Islam, khusus terhadap murid-muridnya;
Keempat mursyid itu hendaklah
pandai menyimpan rahasia muridmuridnya, tidak membuka kebaikan mereka terutama
di depan mata umum, tetapi sebaliknya mengawasi dengan pandangan Sufinya
yang tajam serta memperbaikinya dengan cara yang sangat bijaksana.
Kelima bahwa ia tidak
menyalahgunakan amanah muridnya, tidak mempergunakan harta benda murid-muridnya
itu dalam bentuk dan pada kesempatan apa pun juga, begitu juga tidak
boleh menginginkan apa yang ada pada mereka.
Keenam bahwa ia tidak
sekali-kali menyuruh atau memerintah murid-muridnya itu dengan suatu perintah,
kecuali jika yang demikian itu layak dan pantas juga dikerjakan olehnya
sendiri, demikian juga dalam melarang segala macam perbuatan;
Ketujuh bahwa seorang mursyid
hendaklah ingat sungguh-si ngguh, tidak terlalu banyak bergaul apalagi
bercengkerama bersenda-gurau dengan muridmuridnya.
Kedelapan ia mengusahakan segala
ucapan bersih dari pengaruh nafsu dan keinginan, terutama tentang ucapan-ucapan
yang pada pendapatnya akan memberi bekas kepada kehidupan bathin murid-muridnya
itu.
Kesembilan seorang mursyid yang
jijaksana selalu berlapang dada, ikhlas, tidak ingin memberi perintah kepada
seseorang murid itu apa yang tidak sanggup.
Kesepuluh apabila ia melihat ada
seorang murid, yang karena selalu bersama-sama dan berhubungan dia,
memperlihatkan kebesaran dan ketinggian hatinya, makĆÆi segera ia memerintah
murid itu pergi berkhalwat pada suatu tempat yang tidak jauh, juga tidak
terlalu dekat dengan mursyidnya itu.
Kesebelas apabila ia melihat bahwa
kehormatan terhadap dirinya sudah kurang dalam anggapan dan hati
murid-muridnya, hendaklah ia mengambil siasat yang bijaksana untuk mencegah
yang demikian itu, karena kepercayaan dan kehormatan yang berkurang itu,
merupakan musuh terbesar baginya.
Kedua
belas jangan dilupakan olehnya memberi petunjuk-petunjuk tertentu dan
pada waktu-waktu tertentu kepada murid-muridnya untuk memperbaiki hal mereka.
Ketiga belas sesuatu yang harus mendapat perhatiannya yang penuh ialah
kebangsaan rohani yang sewaktu-waktu timbul pada muridnya yang masih dalam
didikan. Kadang-kadang murid itu menceritakan kepadanya tentang sesuatu ru'yah
yang dilihatnya, mukasyafah yang terbuka baginya, dan musyadah yang
dihadapinya, yang di dalamnya terdapat perkara-perkara yang istimewa, maka
hendaklah ia berdiam diri, jangan banyak berbicara tentang itu. Sebaliknya
hendaklah ia memberikan amal lebih banyak yang dapat menolak sesuatu yang tidak
benar, dan dengan itu ia mengangkat muridnya ke tingkat yang lebih tinggi dan
lebih mulia.
Ketiga
belas apabila seorang mengundangnya, maka ia menerima undangan itu
dengan penuh kehormatan dan penghargaan, begitu juga dengan rasa merendahkan
diri.
Keempat
Belas hendaklah ia suka bertanya tentang seseorang murid yang tidak
hadir atau kelihatan serta memeriksa sebab-sebab ia tidak hadir itu. Serta adab
(prilaku-prilaku) lainnya yang sesuai dengan al-qur’an dan as-sunnah.
2. Unsur Murid (murad)
Murid
merupakan pengikut suatu tarekat. Yaitu orang yang menghendaki pengetahuan dan
petunjuk dalam segala amal ibadatnya. Murid tidak hanya berkewajiban
mempelajari segala sesuatu yang diajarkan atau melakukan segala sesuatu yang
dilatih guru kepadanya, tetapi harus patuh kepada beberapa adab dan akhlak yang
ditentukan untuknya, baik kepada guru, dirisendiri, maupun orang lain.
Abu
Hafsa al-Nisaburi mengatakan: "Sufism terdiri dari adab (kelakuan
baik). Untuk setiap keadaan dan tingkat terdapat adab yang sesuai (dengan
tingkat dan keadaan itu). Untuk setiap waktu terdapat kelakuan yang sesuai.
Barangsiapa mempertahankan adab akan mencapat Maqam Insan al-Kamil, dan
barang siapa meninggalkan adab akan dijauhkan dari keterterimaan ke dalam
Hadhirat Allah."
Adab
(Kelakuan baik) dari murid sesungguhnya tiada batasnya. Dia hendaknya selalu
berusaha keras (jihad) dan membuat kemajuan dengan Gurunya, dengan
sesama saudaranya, dengan masyarakatnya, dan dengan Bangsanya, karena Allah
selalu memperhatikan dia, Nabi Muhammad saw selalu memperhatikan dia, Guru
selalu memperhatikan dia, dan para Guru-Guru yang telah mendahului mereka
selalu memperhatikan mereka. Dengan kemajuan yang tetap, hari demi hari, dia
akan mencapai keadaan kesempurnaan dengan petunjuk dan bantuan Gurunya.
Adab
dalam tarekat adalah merupakan suatu ajaran yang sangat prinsip, tanpa adab
tidak mungkin seorang murid dapat mencapai tujuan suluk-nya. Secara garis besar
adab oleh seorang murid ada empat, yaitu adab kepada Allah dan Rasul-Nya, adab
kepada Syekh (Mursyid atau gurunya), adab kepada diri sendiri dan adab
kepada Ikhwan (Sudara seiman).
3. Bai’at (janji setia)
Bai’at dalam bahasan tarekat
merupakan janji setia yang biasanya diucapkan oleh calon salik dihadapan
Mursyid untuk menjalankan segala persuaratan yang ditetapkan oleh
seorang mursyid dan tidak akan melanggarnya sesuai dengan syari’at
Islam.
Adapun
sesuatu yang melandasi bai’at terdapat pada al-Qur’an surat al-Fath (48)
ayat 10:
Artinya:
“Bahwasanya orang-orang
yang berjanji setia kepada kamu Sesungguhnya mereka berjanji setia kepada Allah.
tangan Allah di atas tangan mereka, Maka barangsiapa yang melanggar janjinya
niscaya akibat ia melanggar janji itu akan menimpa dirinya sendiri dan
barangsiapa menepati janjinya kepada Allah Maka Allah akan memberinya pahala
yang besar”.
Dalam
tarekat, biasanya bai’at dijadikan syarat khusus bagi calon salik
sebelum masuk ke tarekat. Ini ditujukan sebagai tanda loyalitas dan perwujudan
kesetiaan pada Islam dan juga pada tarekat.
Bai’at itu sendiri ada dua
macam, yaitu Bai’at Shuwariyah, yaitu bai’at bagi seorang
kandidat salik yang hanya sekedar ia mengakui bahwa Mursyid yang
mem-bai’at-nya ialah gurunya tempat ia berkonsultasi, dan Mursyid
itu pun mengakui, orang tersebut adalah muridnya. Ia tidak perlu meninggalkan
keluarganya untuk menetap tinggal dalam zawiyah tarikat itu untuk
terus-menerus bersuluk atau berzikir. Ia boleh tinggal di rumahnya dan bekerja
sehari-hari sesuai dengan tugasnya. Ia sekadar mengamalkan wirid yang diberikan
oleh gurunya itu pada malam-malam tertentu dan ber-tawasul kepada gurunya itu.
Ia dan keluarganya bersilaturrahmi kepada gurunya itu sewaktu-waktu pula.
Apabila ia memperoleh kesulitan dalam hidup ini, ia berkonsultasi dengan
gurunya itu pula.
Bai’at
ma’nawiyah, yaitu bai’at bagi seorang kandidat salik yang
bersedia untuk dididik dan dilatih menjadi sufi yang arif billah.
Kesediaan salik untuk dididik menjadi sufi itu pun sudah barang tentu
berdasarkan pengamatan dan keputusan guru tarikat itu. Salik yang masuk
tarikat melalui bai’at yang demikian harus meninggalkan anak-istri dan
tugas keduniaan. Ia berkhalwat dalam zawiyah tarikat di dalam penegelolaan
syekhnya.Khalwat ini bisa berlangsung selama beberapa tahun bahkan
belasan tahun.
4. Silsilah ( Transmisi)
Jika
para ulama merupakan pewaris nabi yang mengajarkan ilmu lahir, maka mursyid
tarekat merupakan pewaris nabi yang mengajarkan penghayatan keagamaan yang
bersifat batin. Oleh karena itu, Seperti fungsi sanad
dalam hadis, keberadaan silsilah dalam tarekat berfungsi menjaga
validitas dan otentisitas ajara tarekat agar tetap merujuk pada sumbernya yang
pertama, Rasulullah Muhammad Saw.
Dibawah
ini terdapat beberapa salasul. Rabbani menyebutkan setidaknya ada lebih
dari 40 salasul.
Beberapa diantara salasul yang terkenal adalah:
1.
Silsilah Qadiriyah.
2.
Silsilah Yasuya
3.
Silsilah Naqshabandiyah
4.
Silsilah Nuriyah
5.
Silsilah Khazruyah
6.
Silsilah Shattariyah
7.
Silsilah Sadat Karram
8.
Silsilah Zahidiyah
9.
Silsilah Anshariyah
10. Silsilah Safwiyah
11. Silsilah Idrusiyah
12. Silsilah Qalandariyah
5. Adanya Ajaran (dzikir)
Salah
satu bagian terpenting dalam tarekat yang hampir selalu dikerjakan ialah dzikir.
Dzikir artinya mengingat kepada Tuhan. Akan tetapi dalam mengingat
kepada tuhan, dalam tarekat dibantu dengan berbagai macam ucapan, yang menyebut
nama Allah atau sifat-sifatnya, atau kata-kata yang mengingat kepada Allah.
Ahli
tarekat berkeyakinan, jika seorang hamba telah yakin, jika lahir batinnya
dilihat Allah dan segala perbuatan diawasi Allah, dan ucapannya di dengar
Allah, segala niat dan cita-cita di ketahui Allah, maka hamba itu akan menjadi
sorang yang benar, karena ia selalu ada dalam keadaan memperhambakan dirinya
kepada Allah.
Lalu
zikir berarti menyebut-nyebut nama Allah atau ma'rifat Allah, yang pada
keyakinan mereka itu akan melahirkan dua sifat pada manusia, pertama seorang
hamba Allah dan kedua kasih kepada Allah.
Jika
seorang hamba Allah takut kepada Allah, maka segala suruhnya akan dikerjakannya
dan segala larangannya akan dihentikannya. Seorang yang kasih kepada Allah
tentu akan memilih pekerjaan-pekerjaan yang disukai Allah dan menggiatkan dia
menjauhkan diri pada pekerjaan-pekerjaan yang tidak disukai Tuhan.
Pada
keyakinan golongan tarekat-tarekat tiap-tiap manusia tidak terlepas dari empat
perkara. Pertama manusia itu kedatangan nikmat, kedua kedatangan
bala, ketiga berbuat ta'at, dan keempat berbuat dosa.
Selama manusia itu mempunyai nafsu yang turun naik, mestilah ia mengerjakan
salah satu pekerjaan dari empat macam tersebut. Jika pada waktu itu lupa kepada
Tuhan, maka nikmat itu akan membawa sombong, tekebur dan tinggi hati padanya.
Tetapi jika ia teringat kepada Tuhan pada waktu ia menerima nikmat itu,
sifatnya berlainan sekali, ia syukur kepada Tuhan, yang akan membawa lebih baik
kelakuannya.
Dengan
alasan itulah golongan tarekat mempertahankan dzikir, tidak saja arti
mengingat Allah dalam hati, tetapi menyebut Allah senantiasa kala dengan
lidahnya untuk melatih segala anggotanya. Mereka beranggapan, jika segala
perbuatan dikerjakan tanpa mengingat Allah, maka mereka beranggapan kegiatan
itu adalah kosong, akan hampa dari pahala yang sebenarnya.
D. ALIRAN-ALIRAN TAREKAT DI INDONESIA
1. Tarekat Qadariyah
Pada awalnya,
Tarekat Qadriyah merupakan tarekat yang didirikan oleh syaikh Abdul Qadir
Jaelani (1077-1166) dan ia sering disebut Al-Jilli, Tarekat ini banyak tersebar
di daerah timur, sampai ke pulau Jawa. Tarekat ini cukup banyak mempengaruhi
hati masyarakat yang dituturkan lewat bacaan manaqib pada acara-acara tertentu. Cara ini diadakan oleh para pengikut Abdul Qadir dari Gilan,
yang lahir di Nif, distrik Gilan, sebelah selatan Laut Kaspia. Dia meninggal dunia
pada 1166.
Hadrat Syekh Abdul Qadir, khususnya dalam pengaruhnya
terhadap keadaan-keadaan spiritual, disebut 'Ilmu Pengetahuan Keadaan'.
Pekerjaannya telah digambarkan dalam istilah yang berlebih-lebihan oleh para
pengikutnya. Semangat untuk mengerjakan yang berlebihan terhadap teknik-teknik
menggembirakan hampir pasti menjadi sebab keadaan yang memburuk dari tarekat
Qadiriyah. Hal ini mengikuti suatu pola umum dalam diri para pengikut, apabila
hasil dari suatu kondisi pikiran yang berubah menjadi suatu tujuan dan bukan
suatu cara atau alat yang diawasi oleh seorang ahli.
- Tarekat Naqsyabandiyah
Adapun Tarekat
Naqsyabandi didirikan oleh Muhammad bin Bahauddin Al-Uwaisi Al-Bukhari
(727-791). Ia bisa disebut Naqsyabandi di ambil dari kata Naqsyabandi yang
berarti lukisan, karena is ahli dalam memberikan lukisan kehidupan yang
gaib-gaib. Tarekat ini banyak tersebar di Sumatera Barat, tepatnya di daerah
Minangkabau, Tarekat ini banyak dibawa oleh Syekh Ismai Al-Khalidi Al-Kurdi,
sehingga dikenal dengan sebutan tarekat Naqsyabandiyah Al-Khalidiyah. Amalan
Tarekat ini tidak banyak dijelaskan cirri-cirinya. Selanjutnya Tarekat
Samaniyah didirikan oleh Syekh Saman yang meninggal dalam tahun 1720 di Madina.
Tarekat ini banyak tersebar luas di Aceh dan Mempunyai pengaruh yang dalam di
daerah ini, juga di Palembang dan daerah lainnya di Sumatera.
Sekolah darwis yang disebut Khajagan ('Para Guru') muncul di
Asia Tengah dan berpengaruh besar terhadap perkembangan kerajaan India dan
Turki. Tarekat mengembangkan banyak sekolah khusus, yang mengambil nama-nama
individu. Banyak penulis menganggapnya sebagai awal dari seluruh 'mata rantai
penyebaran' mistik.
Khaja Bahauddin Naqsyabandi (wafat kira-kira 1389 M) adalah
salah seorang dari tokoh-tokoh besar sekolah ini. Bahauddin menghabiskan waktu
tujuh tahun sebagai kerabat istana, tujuh tahun memelihara binatang dan tujuh
tahun dalam pembangunan jalan.
Ia belajar di bawah bimbingan Baba As-Samasi yang
mengagumkan, dan dihargai setelah kembali pada prinsip dan praktek sufisme.
Para syekh Naqsyabandi sendiri mempunyai kewenangan untuk menuntun murid ke
tarekat-tarekat darwis yang lain.
Karena mereka tidak pernah mengenakan busana aneh di depan
umum, dan karena anggota mereka tidak pernah melakukan kegiatan-kegiatan yang menarik
perhatian, para sarjana tidak merekonstruksi sejarah tarekat, dan sering
kesulitan mengidentifikasi anggota-anggotanya. Penganut Naqsyabandi di Timur
Tengah dan Asia Tengah memperoleh reputasi sebagai umat Muslim yang taat.
- Khalwatiyah
Khalwatiyah didirikan
oleh Zahiruddin (w. 1397 M) di khurasan dan merupakan cabang dari tarekat
Suhrawardi yang didirikan oleh Abdul Qadir Suhrawardi yang meninggal tahun 1167
M, Tarekat khalwatiyah ini mula-mula tersiar di Banten oleh Syekh Yusuf
Al-Khalwalti Al-Makasari pada masa pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa.
Tarekat ini banyak pengikutnya di Indonesia, dimungkinkan karena suluk dari
tarekat ini sangat sederhana dalam pelaksanaannya. Untuk membawa jiwa dari
tingkat yang rendah ke tingkat yang lebih tinggi melalui tujuh tingkat, yaitu
peningkatan dari nafsu amarah, lawwamah, mulhammah, muthmainnah, radhiyah,
mardiyah, dan nafsu kailah. Adapun tarekat Al-Haddad
didirikan oleh Sayyid Abdullah bin Alwi bin Muhammad Al-Haddad. Ia lahir di
Tarim, sebuah kota yang terletak di Hadramaut pada malam senin, 5 safar tahun 1044
H. Ia pencipta Ratib Haddad dan ia dianggap sebagai salah seorang Wali Qutub
dan Arifin dalam ilmu Tasawuf. Ia banyak mengarang kitab-kitab dalam ilmu
tasawuf, di antaranya kitab yang berjudul Nashaihud Diniyah (Nasehat-Nasehat
Agama). Dan Al-Mu’awanah fi suluk Thariq Akhirah (pendukung mencapai hidup di
Akhirat) Tarekat Al-Haddad Banyak dikenal di hadramaut, Indonesia, India,
Hijaz, Afrika timur, dan lain-lain.
4.
Tarekat
Khalidiyah
Selanjutnya Tarekat Khalidiyah
merupakan salah satu cabang dari tarekat Naqsyabandiyah di Turki yang berdiri
pada abad ke 19. Pokok-pokok ini dibangun oleh syekh Sulaiman Zahdi Al-Khalidi.
Tarekat ini berisi tentang adab zikir, tasawuf dalam tarekat, adab suluk,
tentang saik dan maqamnya, tentang ribath dan beberapa fatwa pendek dari Syekh
Sulaiman Al-Zahdi Al-Khalidi mengenai beberapa persoalan yang diterima dari
bermacam-macam daerah. Tarekat ini banyak berkembang di Indonesia.
5. Tarekat Al-Idrisiyyah
Tarekat Al-Idrisiyyah di Indonesia adalah Tarekat yang
dibawa oleh Syekh al-Akbar Abdul Fattah pada tahun 1930, yang sebelumnya bernama Tarekat
Sanusiyyah. Syekh al-Akbar Abdul Fattah menerimanya dari Syekh Ahmad Syarif
as-Sanusi al-Khathabi al-Hasani di Jabal Abu Qubais, Mekah. Saat ini
kepemimpinan Tarekat Al-Idrisiyyah diteruskan oleh Syekh Muhammad Fathurahman, MAg.
Tarekat ini menekankan aspek lahir dan batin dalam
ajarannya. Penampilan lahiriyyah ditunjukkan oleh penggunaan atribut dalam
berpakaian. Kaum laki-laki berjenggot, berghamis putih, bersurban, dan
berselendang hijau. Sedangkan kaum wanitanya mengenakan cadar hitam. Jama'ahnya menjauhi perkara haram dan makruh seperti merokok. Adapun dalam aspek peribadatannya
senantiasa mendawamkan salat berjama'ah termasuk salat sunnahnya. Sujud
syukur setelah salat fardhu dikerjakan
secara istiqamah.
Tarekat Al-Idrisiyyah lebih dikenal di Malaysia daripada di
Indonesia, karena banyak berafiliasi dengan Tarekat lain (seperti TQN). Ada
Tarekat Qadiriyyah Idrisiyyah atau Ahmadiyyah
al-Idrisiyyah. Nama Ahmadiyyah diambil
dari nama depan Syekh Ahmad bin Idris. Ketika masuk ke Indonesia, karena alasan
politis nama Tarekat Sanusiyyah berganti dengan nama Idrisiyyah. Mengingat
pergerakan Sanusiyyah saat itu telah dikenal oleh para penjajah Barat.
- Tarekat Rifa’iyah
Tarekat Rifa'iyah pertama kali muncul
dan berkembang luas di wilayah Irak bagian selatan, didirikan oleh Abul Abbas
Ahmad bin Ali ar-Rifa'i. Beliau lahir di Qaryah Hasan, dekat Basrah pada tahun
500 H / 1106 M. Sumber lain ada juga yang menyebukan beliau lahir pada
tahun 512 H / 1118 M. Abu Bakar Aceh dalam bukunya Pengantar Ilmu Tarekat
menulis bahwa Abul Abbas Ahmad bin Ali ar-Rifa'i menghabiskan hampir
seluruh hidupnya di wilayah Irak bagian selatan. Ketika berusia tujuh tahun
ayahnya meninggal dunia, kemudia beliau diasuh oleh pamannya Mansur
al-Bathaihi, seorang syekh tarekat.
Selain berguru kepada
pamannya Mansur al-Bathaihi beliau juga belajar pada pamannya Abu al-Fadl
Ali al-Wasiti, terutama tentang mazhab fikih Imam Syafi'i, sehingga pada usia
21 tahun beliau telah berhasil memperoleh ijazah dan khirqah sembilan dari
pamannya, sebagai pertanda telah mendapat wewenang untuk mengajar pula. John L Esposito dalam Ensiklopedia Oxford Dunia Islam Modern
menuliskan bahwa garis keturunan ar-Rifa'i sampai kepada Junaid al-Baghdadi
(wafat 910 M) dan Sahl al-Tustari (wafat 896 M).
Pada tahun 1145 ar-Rifa'i menjadi syekh
tarekat ini, ketika pamannya (syekhnya juga) menunjuk ar-Rifa'i sebagai
penggantinya. Kemudian beliau mendirikan pusat tarekat sendiri di Umm Abidah,
sebuah desa di Distrik Wasit, tempat beliau wafat.
Tarekat Rifa'iyah berbeda dengan
Organisasi Kemasyarakatan Rifa'iyah yang ada di Indonesia. Ormas Rifa'iyah
didirikan oleh Syekh Haji Ahmad ar-Rifa'i al-Jawi bin Muhammad bin Abi Sujak
bin Sutjowijoyo, yang lahir pada 9 Muharam 1200 H / 1786 M di Desa Tempuran Kabupaten
Kendal, terakhir dianugerahi Pahlawan Nasional oleh Pemerintahan SBY.
Tarekat Rifa'iyah yang juga merupakan
tarekat sufi Sunni ini memainkan peran penting dalam pelembangan sufisme. Di
bawah bimbingan ar-Rifa'i tarekat ini tumbuh subur, sehingga dalam tempo yang
tidak terlalu lama tarekat ini berkembangan luas keluar Irak, di antaranya ke
Mesir dan Suriah. Hal ini disebabkan murid-murid tarekat ini menyebar ke
seluruh kawasan Timur Tengah.
Perkembangan berikutnya Tarekat
Rifa'iyah sampai ke kawasan Anatolia di Turki, Eropa Timur, Kaukasus dan
wilayah Amerika Utara. Para murid Rifa'iyah membentuk cabang-cabang baru di
tempat-tempat tersebut, alhasil jumlah cabang Tarekat Rifa'iyah meningkat
dengan sistem syekh turun-temurun.
Tarekat Rifa'iyah juga sampai tersebar
ke Indonesia, seperti di Aceh (terutama di bagian barat dan utara), di Jawa,
Sumatera Barat dan Sulawesi. Namun di daerah Aceh tarekat ini lebih dikenal
dengan sebutan Rafai, yang berarti "tabuhan rebana" berasal dari
perkataan pendiri dan penyiar tarekat Rifa'iyah sendiri.
Walaupun Tarekat Rifa'iyah terdapat di
tempat-tempat lain, namun menurut Esposito tarekat ini paling signifikan berada
di Turki, Eropa Tenggara, Mesir, Palestina, Suriah, Irak dan Amerika Serikat.
Pada akhir masa kekuasaan Turki
Usmaniyah (Ottoman), Rifa'iyah merupakan tarekat penting, keanggotaannya
meliputi
- Tarekat Sammaniyah
Rubrik Laput Syahruddin El-FikriNidiya
ZurayaPembawa Tarekat Sammaniyah ke Indonesia dilakukan oleh empat orang ulama
yang dijuluki dengan empat serangkai.Sebagaimana tarekat-tarekat besar lainnya
seperti Naqsabandiyah, Qadiriyah, Tijaniyah, dan Syattariyah, Tarekat Sammaniyah
juga berkembang di Indonesia.Di bumi nusantara ini, tarekat yang didirikan oleh
Syekh Muhammad bin Abdul Karim as-Sammani al-Hasani al-Madani (1718-1775 M),
dibawa oleh sejumlah pelajar Indonesia yang menuntut ilmu di Haramain (Makkah
dan Madinah). Mereka yang memiliki perhatian cukup besar terhadap Tarekat
Sammaniyah terdapat empat orang murid asal Indonesia, yakni Syekh Abdussamad
al-Falimbani, Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari, Syekh Muhammad Abdul Wahab
Bugis, dan Syekh Abdurrahman al-Masri (Betawi). Mereka ini terkenal pula dengan
julukan ''empat serangkai.'' Karena peran keempat tokoh tersebut, Tarekat
Sammaniyah berkembang di Tanah Air, seperti Aceh, Sumatra Selatan, Jakarta
(Betawi), Kalimantan (Banjar), dan Sulawesi (Bugis). Keempatnya berjasa besar
dalam memperkenalkan Tarekat Sammaniyah ke Indonesia.Syekh Samman adalah
seorang ulama dan sufi terkenal yang mengajar di Madinah. Awalnya, Syekh Samman
merupakan pengikut dari berbagai tarekat, seperti Khalwatiyah, Qadiriyah,
Naqsabandiyah, dan Syadziliyah. ia kemudian memadukan berbagai unsur
tarekat-tarekat tersebut menjadi cabang tarekat tersendiri dengan nama Tarekat
Sammaniyah. Menurut Usman Said, dalam bukunya Pengantar Ilmu Tasawuf
(1981,258), di Indonesia Tarekat Sammaniyah pertama kali tersebar dan
memberikan pengaruh yang luas di Aceh, Kalimantan, Sumatra terutama Palembang
dan beberapa daerah lainnya. Demikian pula di Jakarta sangat besar pengaruhnya
di kalangan penduduk dan daerah sekitarnya.Murid Indonesianya yang paling
ternama adalah Syekh Abdussamad al-Falimbani, yang umumnya dianggap sebagai
orang pertama yang membawa dan memperkenalkan Tarekat Sammaniyah di nusantara,
terutama Sumatra dan daerah sekitarnya.Sedangkan di Jakarta, diperkenalkan oleh
Syekh Abdurrahman al-Masri, dan di Kalimantan Selatan, khususnya Martapura dan
Banjarmasin, diperkenalkan oleh Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari dan Syekh
Muhammad Abdul Wahab Bugis, yang menjadi menantu Syekh Muhammad Arsyad
al-Banjari. Ulama lainnya yang berperan besar dalam menyebarkan Tarekat
Sammaniyah di Kalimantan Selatan adalah Syekh Muhammad Nafis al-Banjari,
pengarang kitab Ad-Durun Nafis (Permata yang Indah). Kitab ini berisi
tentang masalah tasawuf.Menurut Abu Bakar Atjeh, ciri-ciri Tarekat Sammaniyah
ini, antara lain, adalah zikirnya yang keras-keras dengan suara yang tinggi
dari pengikutnya sewaktu melakukan zikir Laa ilaaha illa Allah , di
samping itu juga terkenal dengan Ratib Samman yang hanya mempergunakan
perkataan Hu, yaitu Dia Allah. (Pengantar Ilmu Tasawuf, 1979, 47).Ajaran-ajaran
yang disampaikan oleh Syekh Samman, antara lain, adalah: memperbanyak shalat
dan zikir, berlemah lembut kepada fakir miskin, jangan mencintai dunia,
menukarkan akal basyariah dengan akal rabbaniyah, dan tauhid kepada Allah dalam
zat, sifat, dan af'al-Nya.12Penyebaran di Indonesia Penyebaran Tarekat
Sammaniyah di wilayah Sumatra, dilakukan oleh Syekh Abdussamad al-Falimbani
(wafat 1800 M). Menurut riwayat, sebelum ke Palembang, Syekh Abdussamad
al-Falimbani dahulunya menyebarkan Tarekat Sammaniyah di Aceh. Ia mengajarkan
doa dan zikir yang didapatkannya.
BAB
III
PENUTUP
KESIMPULAN
Tarekat itu adalah pelaksanaan taqwauntuk mendekatkan diri
kepada Allah SWT. Seperti usaha untuk melewati jenjang dan maqam. Tarekat juga
biisa diartikan untuk menahan hawa nafsu dan mengasingkan ke tempat yang sunyi,
tarekat ini bisa menggambarkan kesederhanaan atau keprihatinan untuk menggapai
sesuatu atau tujuan yang ingin ddicapai.
DAFTAR
PUSTAKA
Huda,
Sokhi, 2008. Tasawuf Kultural: Fenomena Shalawat Wahidiyah, Yogyakarta:
Lkis Yogyakarta
Syukur,Amin,
2003,Tasawuf Konstektual:Solusi Problem Manusia Modern,Yogyakarta:Pustaka
Pelajar
Aceh,Abubakar,1996,
Pengantar Ilmu Tarekat: Kajian Historis Tentang Mistik,Solo:Ramadhani